SANGGAR ARRUMI
TELAH BERUBAH
(cerita dalam
berita)
|
![]() |
Sekretariat Gedung 2 : Jumbuh (orange), Tuki (ungu), Mangker (cokelat), Guru Udin (Singlet putih) |
Letaknya pun sudah tak beraturan
berbantalkan buntalan tapih yang berisi baju-baju bekas, disekitarnya
berserakan baju-baju kada betapas, puntung rokok beserta abunya yang tak pernah
mau pindah dari asbak yang sudah penuh hingga beberapa darinya pun terlihat
disisi-sisi dinding. entah mungkin ada yang tidak tahu ada asbak ditengah
ruangan itu, atau mungkin dengan sengaja mematikan rokoknya disitu. dua
kemungkinan itu 50:50 dilakukan oleh penunggu sarang naga. senyuman sadank
kembali terangkat melihat keadaan tersebut, masih terngiang dalam pikirannya
kata-kata yang sering diucapkannya kepada beberapa tatuha "mun sekre rigat
berarti urangnya ada toe". "hehehehehe" terdengar suara tawa
kecil keluar dari mulutnya.
Ia masih merebahkan tubuhnya diatas tilam butut, tak berapa lama derap langkah kaki semakin mendekat dari luar ruangan itu, hingga nampaklah batang hidung seseorang yang dikenalnya. Farhan loneng dengan sebatang rokok mild yang diselipkan diantara jari tengah dan telunjuknya. dia mendekati sembari menghembuskan asap rokoknya kedepan mukanya. "sabaknya lah sekre, wayahpa ba'angkut nah"ucap farhan, "iyam nah, kayapakah nie, barang sing banyakan muat juakah tue sekre lah, bilang nangkaya lubang kuburan lalu, tapi sapalih sudah kuangkuti pang lawan awi(Prejudes) dan Indera (H.Udin),nangkaya lemari cuba itihi disekre hanyar, jadi kita tinggal membuati haja lagi, barang-banrang yang halusnya” balas sadank. “mun kaitu, baik kita angkuti lagi barang yang ada jadi kada tapi abut lagi nangae” “oeh wahinian kah nang nah, auk meambil arko dulu supaya nyaman baangkut”.
Hilir mudik mereka berdua mengangkut properti sanggar Ar Rumi, dan sedikt tersisa tinggal barang yang besar-besar. Sengaja memang disisakan untuk anggota yang lain agar bisa saling berbagi penderitaan yang merupakan kenikmatan dari rasa dimalam ini.
Minggu pagi kembali membuka buku
catatannya seperti biasa, lukisan panorama shubuh telah merona dengan goresan
kuas melukis bumi dengan cahaya mentari diawal dhuha. Sambil merasakan tausiah
burung-burung pipit yang berada diatas dahan kariwaya. Tak lupa kumandang ayam
yang kesiangan sayup-sayup masih menggema. Dibalik semua itu, aku masih terjaga
dengan layar notebook menulis cerita yang membahana di alam hayal pagi. Ku buka
kembali jendela Facebook, ku baca sebuah tulisan beraroma perintah yang
terketik tak beraturan didinding grup tertutup. Kubaca setiap karya sastra
dingsanak-dingsanakku dari hasil pertemuan jari tangan dengan keypad selulernya.
Aku hanya tersenyum dengan semua karya tulisan yang saling bersahutan, beradu
argument dengan gaya mengangkat muka tapi itulah hanya imajinasku menafsirkan
tiap-tiap kalimat. “nanti saja ku koment hanya untuk menyimak saja” menurutku.
Kututup lagi layar notebookku
kemudian kuambil Handphoneku yang unik yang baterainya sudah Low. Kulihat
beberapa dingsanak yang lain membalas pesan yang kukirim ditengan malam saat
manusia sedang menikmati mimpinya masing-masing. Secara seksama ku baca
satu-persatu, aku tersenyum lagi. Bukan senyum ejekan, tapi senyuman kebahagiaan
akan adanya perhatian dari orang yang kukirimi pesan. Aku pun duduk diantara
akar-akar pohon kariwaya yang menggantung ditiap dahan, Ya Pohon kariwaya yang
hidup ditengah kampus, menjadi hak paten sebagai Base Area sekaligus
tempat nongkrong dari anak-anak UKM-MAHIPA. Karena memang hampir tiap malam
meraka ngobrol disana dan Sanggar Arrumi pun terkadang ikut nimbrung ditempat
itu. Tak ayal tempat itu juga menjadi
tempat nongkrong bersama para penghuni sekretariat.
Cempaka-Lukaas. Senin Pagi memandang kosong kearah lapangan bola didepan rumahku, tak lupa kopi tanpa gula yang kubuat kuhirup pelan, kecut mukaku terlihat seandainya ada cermin pada saat itu, rokok kretek yang jarang ku isap akhirnya pun ternyalakan juga. Kuhisap lalu ku hembuskan asapnya kesamping. Tanggg..tanggg..tanggg, bunyi keras dari handphone yang berada di kantong celana jeans sobek secara sengaja didaerah lutut. “ah misscall ternyata”, tak berapa lama terdengar lagi bunyi tanda ada pesan yang masuk. “tum u kda trun lah, u auran nah, mkirakan kul haja u mauk. Jadi u absen ja hrne. U acc aj toeh by *****” . mungkin terjemahnya seperti ini "ketum ulun kada turun lah, ulun auran nah, mikirakan kuliah aja ulun mauk, jadi ulun absen aja hari ini, ulun accept aja tuh"., aku hanya diam saja dan tak membalas sms nya. “terimakasih balasanmu cukup membahagiakan hatiku” ucapku dalam hati.
Jam sudah menunjukkan 14.45 Wita,
aku memacu vespa matikku dengan pelan. Banjarbaru kutinggalkan sementara untuk
menemui martapura. “tenanglah Banjarbaru, nanti malam kau akan kudatangi, untuk
bercinta ditengah malam dengan materi ilmiah yang terbaru mengulas puisi-puisi
politik tentang maraknya praktek korupsi” bubuhku di hati. Tungganganku
kemudian ku hentikan dan kumatikan mesinnya karena aku telah sampai didepan
rumahku si sarang naga yang dindingnya sudah bungkas beberapa, sebab
tadi pagi kutendang saja dinding itu, ku bongkar pipi triplek dengan
linggis yang kudapat di eks-mushalla. Yunani Vandano berdiri didepan pintu memakai
sarung hingga batas lututnya layaknya orang memaki handuk sehabis mandi.
Pandangannya tajam kearahku dengan seringai senyum, terlihat rapat giginya dan
terlihat taring yang mencuat tumbuh tepat digusi bagian atasnya. “ada bisi
rokok kah pian bang” “nah pas banar habis nah, nukar gin dulu, tuh ambil
duitnya didalam tas”. Sahutku.
Mangker dengan memakai Kliwang hitam, memang sebuah sinkronisasi antara kulit dan bajunya menurutku diriingi senyumku yang mengembang. Ia sibuk mengumpul baju-baju yang ada disarang naga. Berantakannya sarang itu sangat terlihat dimataku, dipojok-pojok ruang terkumpul kertas yang dgumpal, sampah-sampah.”ker buati bajunya tuh dalam tas hijau panjang nie nah, jadi kaina tinggal pilihi ja lagi yang bagus wan kadanya. “okey bang” ucapnya dengan semangat yang menggebu-gebu, sebuah semangat yang bisa membangkitkan semangatku juga. Tak lupa Obol dan Lajau yang baru datang segera membantu Mangker untuk membereskan properti yang dianggap penting. Codet dan Muas yang sejak lama telah berada di dalam sekretariat akhirnya ikut dalam dendang suasana bekerja sama sesama dingsanak “banyak belum tentu selesai, sedikit tapi kesungguhannya nyata, itulah yang dibutuhkkan saat ini”. Ucapku dalam hati lagi. Tiga orang bidadari arrumi pun turut serta membantu mereka semua, Alfiah penyok, Helda Galem dan Ridha Rempe walaupun mereka wanita, tapi niat mereka yang dengan ikhlas membantu, cukuplah sebuah kebanggaan dalam satu rasa padingsanakan dalam sebuah organisasi. Hingga adzan ashar pun menggelora diseluruh jagad raya ini. Ku perintahkan agar semua kegiatan dihentikan. “uy sadang sudah, kita bakumpulan gedung Sekretariat baru tingkat dua, banyak yang handak dipandirakan”. MB, OSPEK, dan yang terutama PINDAHAN, beberapa seniman banjarbaru ingin melatih baca puisi, sebuah tawaran yang disuguhkan kepadaku saat aku measah muha seperti biasa ditengah malam, dan luar biasanya mereka hendak melatih tanpa ada imbalan apapun, dengan harapan latihan ini akan ditampilan pada acara Poetry in Action Jum’at malam, 28 Juni 2013, sebuah agenda bulanan yang dilaksanakan dewan Kesenian Banjarbaru memberikan mengenai seni dan Kebudayaan.
Sekre Baru?
Pembicaraan yang panjang sepanjang
satu babak dalam permainan sepak bola telah selesai, ditutup gelegar teriakan Mangker
yang menyeruak keseluruh gedung itu. Seluruh peserta pun mengahambur tak
berarah, karena memang sudah berbagi tugas, ada yang mengangkut sisa-sisa
barang yang tersisa di sarang naga, ada masih sibuk dengan dinding beton dan
palu ditangannya, H.Udin pun tak luput pula ia disuguhkan papan dan meja yang
akan dibuat Box besar untuk menaruh barang yang kira-kira jarang
dipakai, Obol , Vandano, dan Mangker serta beberapa anggota yang lain bergantian
membawa barang-barang yang lumayan banyak masih tersisa. Sedangkan aku, Codet,
Rempe dan Penyok masih setia disebuah ruang yang luasnya kurang lebih seperti
lubang kuburan, aku berdiri diatas sebuah meja, sambil memegang sebuah besi
penyangga yang lumayan berat. Codet dan Muaas dengan sigap membongkar baut yang menyambungkan besi penyangga dengan besi yang lainnya.
Magrib hampir beberapa menit sudah
berlalu, aku masih saja disibukkan dengan menumpuknya barang-barang yang
banyak, tak terhitung berapa kali aku naik turun tangga hanya untuk mengambil barang
inventaris dan kemudian menyusunnya dengan rapi, dan kebetulan besi penyangga
telah selesai kupasang didinding atas dalam ruangan itu, agar nantinya barang
lebih efisien diletakkan diatas sehingga tidak begitu berjejalan. Aku kemudian
keluar, untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh yang lain. Dari kejauhan
Nampak sebuah cahaya menerangi sarang naga, padahalkan kondisi gedung sarang
naga pada saat itu listriknya sudah diputus oleh Macan Kopma. “ah pasti
ini gawian H.Udin pulang maulah lampu sorot sorongonan”ujarku. Kulihat Mangker
disibukkan dengan dinding sarang naga yang sengaja ia bongkar, H.Udin masih
tetap dengan kotak kesayangannya, Yunani Vandano yang sesekali terdengar hiyutan
hingus dari hidungnya karena memang
pada saat itu ia memang kurang sehat, tapi ia tetap tak mau berhenti bekerja
serta muas asik memungut barang-barang kecil yang sekiranya masih digunakan,
kupandang tiap lekuk tubuh si Sarang Naga. Penuh lobang mungkin karena
terjangan keras dari kakiku tadi pagi, atau mungkin juga bekas terjangan yang
lain. Kunyalakan rokok sembari melihat
mereka yang sedang bekerja, aku hanya duduk, karena badanku memang sudah terasa
sangat letih.
Dari kejauhan kulihat ada kuda hitam
dari luar area kampus sedang mendekati kami, kulihat jelas dari sorot matanya
yang berwarna kuning terang dan sangat menyilaukan mataku, aku pun sontak
menutup mataku dengan telapak kananku. Kuda
hitam itu pun tepat berada disampingku yang duduk diatas bangku dibawah
pohon kariwaya. “umay raminya aey.” “Jumbuhhhhhhhhhh…imak jaka bantui buhannya tu
nah” “handakai aku membantui tapi aku gagaringan nah”, ucapnya. Aku memang
melihat kondisinya pada saat itu memang dalam keadaan sakit, jadi aku tidak
memaksanya untuk bekerja rodi kepadaku. Akhirnya semua barang telah selesai
dibawa kegedung baru yang berlantai tiga. Akupun juga telah selesai menyusun
rapi tiap-tiap barang yang dikumpulkan oleh mereka. Memang masih ada beberapa
barang yang memang belum tersusun rapi karena kondisi tubuh kami pada saat itu
memang terlihat sangat kauyuhan. Jam 10.17 akhirnya pekerjaan itu telas
selesai kami laksankan mungkin tanpa bantuan dari anggota seperti, Vandano
dengan tapih separohnya, Muas dengan suara pelannya, Obol dengan celoteh tak
karuannya, Mangker dengan over aktingnya, Codet yang tak pernah dari layar
handphone serta H.udin dengan bemper giginya yang begitu memukau. Malam ini
kami bekerja keras, walaupun hasil belum begitu
memuaskan, tapi bagiku itu sudah sangat luar biasa, inventaris Sanggar
ArRumi yang begitu banyak akhirnya muat semua kedalam lubang kuburan yang akan
kami tempati. Mereka pun akhirnya kembali keperaduan masing-masing, dan aku
bediri tepat didepan lawang memandang kearah lubang kuburan, beberapa
menit aku pandangi seisi ruang yang agak berjejalan dengan peralatan-peralatan.
Aku tersenyum melihat keadaan itu, kemudian aku tertawa kecil. Dan aku berucap
dalam hati
“lubang kuburan tunggulah saar yang tepat,
sekarang kau akan tahu bagaimana nantinya kamu akan kurubah kembali seperti
yang dahulu, ya kembali menjadi sarang naga, hahahahah,, berantakan itulah
tanda ada kehidupan, hahahahahah,,SARANG NAGAAAAAAAAAAAA”
Lampu
Padam.!
Seisi ruangan gelap gulita, tak ada
cahaya sedikit pun. Ternyata lampu itu memang sengaja dimatikan oleh Macan
Kopma, masih kuingat kata-katanya terakhir dengan logat jawanya yang kental.
“Ahhh, Sudah Malam, Mau dikunci Pintunya”.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- tamat -
Sadang Maantara Rumi "Beruhuy Loekaas"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar