DAKWAH BANJAR

Sebuah Media Informasi. | مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ, فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ |"Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya."

Selasa, 28 Februari 2012

Pemikiran Pendidikan KH.Ahmad Dahlan


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
 Pendidikan  merupakan satu kebutuhan yanag sangat penting bagi manusia, apalagi dizaman sekarang ini yang serba modern. Pendidikanlah yang sangat berperan penting untuk meyelaraskan dengan kemajuan zaman yang begitu pesat.
Pendidikan pada hakikatnya suatu kegiatan yang secara sadar dan sengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus menerus. Berdasarkan hal itu maka perlu juga dikaji tentang pendidikan islam, karena pendidikan Islam juga bertujuan untuk membentuk anak didik menjadi hamba Allah yang bertakwa dan bertanggung jawab melaksanaan pekerjaan duniawi dan ukhrowi, untuk membentuk abdi Allah yang muttaqien dan cakap yang besumber dari Al Quran dan Hadits.
Peranan pendidikan agama islam dalam pembentukan karakter anak didik memang sangatlah penting, dalam hal ini, perlu kita kembangkan terus pendidikan agama islam disegala bidang agar tercipta tujuan dari pendidikan itu sendiri. Untuk lebih mengerti bagaima cara yang efektif untuk mengembangkannya maka kita perlu mendapatkan gambaran bagaimana penyelenggaraan pendidikan islam, mengingat hal tersebut penulis akan menganngkat tentang peran salah satu tokoh pendidikian dalam mengembangkan pendidikan islam yaitu peran Kh.Ahmad Dahlan dalam penyelenggaraan  pendidikan islam.
Pendidikan Islam menurut KH.Ahmad Dahlan merupakan penyebab munculnya dan berkembangnya tradisi keilmuan, pemikiran, dan filsafat di dunia Islam dan tidak dapat dipisahkan dari kondisi lingkungan, kebudayaan dan peradaban yang mengitari munculnya pandangan tentang filsafat pendidikan Islam ini. Karena itu, penulis memiliki permasalahan tentang hal yang berkaitan dengan pemikiran pendidikan Islam; Bagaimana pemikiran KH. Ahmad Dahlan mengenai pendidikan [education] terutama filsafat pendidikan Islam di Indonesia?
Dalam penulisan ini, bahwa pembahasan tentang Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam menurut KH.Ahmad Dahlan, Keterkaitannya dengan Pemecahan Persoalan Pendidikan masa kini merupakan studi pemikiran K.H.Ahmad Dahlan tentang Falsafah Pendidikan Islam dan memberikan manfaat bagi agama dan bangsa. Adapun Tujuan penelitian ini merupakan telaah permasalahan baru dalam melihat kacamata masyarakat mengenai pendidikan terutama Islam. Menggambarkan corak pemikiran Filsafat Pendidikan Islam menurut K.H.Ahmad Dahlan. Menjelaskan konsep-konsep Pendidikan Islam menurut K.H.Ahmad Dahlan. Mengkritisi pemikiran K.H.Ahmad Dahlan tentang Pendidikan Islam di tanah air Indonesia Memberikan perspektif baru tentang filsafat pendidikan Islam.
Berbicara tentang Pendidikan Islam sangat erat kaitannya dengan pemikiran K.H.Ahmad Dahlan yang mengenal pendidikan di Barat dan Timur. Dari latar belakang permasalah di atas, maka penulis mencoba memberikan gambaran pendidikan Islam menurut K.H.Ahmad Dahlan ditinjau dari aspek filsafat.
B.  Tujuan Penulisan
1.      Agar menjadi bahan pikiran Mahasiswa untuk mempelajari dan mengetahui penyelenggaraan pendidikan Islam.
2.      Mengetahui tentang cara pengembangan pendidikan agama  Islam













BAB II

PEMBAHASAN


A.    Riwayat Hidup KH.Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1898 dan meninggal pada tanggal 25 Pebruari 1923. Ia berangkat dari keluarga diktatis dan terkenal alim dalam ilmu agama. Ayahnya bernama KH. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar kratonYogyakarta. Sementara ibunya bernama Aminah, putri KH. Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di kraton Yogyakarta.
Pada usia yang masih muda, ia membuat heboh dengan membuat tanda shaf dalam masjid agung denan memakai kapur. Tanda shaf itu bertujuan untuk memberi arah kiblat yang benar dalam masjid. Menurut dia letak masjid yang tepat menghadap barat keliru, sebab letakkota Mekkah berada disebelah barat agak ke utara dari Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang sederhana Ahmad Dahlan berkesimpulan bahwa kiblat di masjid agung itu kurang benar, dan oleh karena itu harus dibetulkan. Penghulu kepala yang bertugas menjaga masjid Agung dengan cepat menyuruh orang membersihkan lantai masjid dan tanda shaf yang ditulis dengan benar.
KH. Ahmad Dahlan memperdalam ilmu agamanya kepada para ulma’ timur tengah. Beliau memperdalam ilmu fiqih kepada kiai Mahfudz Termas, ilmu hadits kepada Mufti Syafi’i, ilmu falaq kepada kiai Asy’ari Bacean. Beliau juga sempat mengadakan dialog dengan para ulama nusantara seperti kiai Nawawi Banten dan kiai Khatib dari Minangkabau yang dialog ini pada akhirnya banyak mengalami dan mendorongnya untuk melakukan reformasi di Indonesia adalah dialognya dengan syeikh Muhammad Rasyid Ridha, seorang tokoh modernis dari Mesir.
KH Ahmad Dahlan naik haji pertama kali tahun 1890, dalam usia 22 tahun. Tiga belas tahun kemudian (1903) naik haji kedua kalinya bersama putra laki-lakinya, Siraj Dahlan yang kadang dipanggil Djumhan. Sepulang ibadah haji tahun 1904-1905, beliau mendirikan pondok untuk menampung para pelajar dari luar daerah yang belajar di Yogyakarta. Setelah berumur 24 tahun, Kiai Dahlan menikahi Siti Walidah, sepupunya sendiri yang kemudian dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan. Dari pernikahannya dikaruniai 6 anak, yaitu: Siti Johannah (lahir 1890), Siraj Dahlan (lahir 1898), Siti Bsyro (lahir 1903), Siti Aisyah (lahir 1905), Irfan Dahlan dan Siti Aisyah (lahir kembar), dan Siti Zuharoh (lahir 1908).
KH Ahmad Dahlan tidak pernah menjalani pendidikan formal dengan memasuki sekolah tertentu. Namun ia menguasai beragam ilmu yang diperoleh secara otodidak baik berguru kepada ulama atau seorang ahli, atau dengan memebaca buku atau kitab-kitab. Ilmu-ilmu yang dikuasainya atau pernah dipelajarinya yaitu: Nahwu (tata bahasa Arab), Ilmu Fiqih, Ilmu Falaq, Ilmu Hadits, Qiroatul Qur’an, Ilmu Pengobatan dan Racun, serta Tasawuf.
Guru-guru Kiai Ahmad Dahlan sebagaian dari dalam negeri dan lainnya dari luar negeri khususnya Saudi Arabia. Guru-gurunya antara lain: ayahnya sendiri (KH Abu Bakar), KH Mohammad Shaleh (Kakak iparnya), untuk ilmu Fiqih, KH Muchsin dan KH Abdul Hamid untuk ilmu Nahwu, KH Raden Dahlan (Pesantren Termas), untuk ilmu falaq, Kiai Machfud (Pesantren Termas) untuk ilmu Fiqih dan Hadits, Syekh Khayyat untuk ilmu Hadits, Syekh Amin dan Sayyid Bakri Satock untuk Qiroatul Qur’an, Syekh Hasan untuk ilmu Pengobatan da Racun, Sayyid Ba-bussijjil untuk ilmu Hadits, Mufti Syafi’i untuk ilmu Hadits, Kiai Asy’ari Baceyan dan Sykeh Misri Makkah untuk Qiroatul Qur’an dan ilmu Falaq.
Kiai Ahmad Dahlan pernah bertemu dan berdialog dengan ulama-ulama luar negeri, terutama ketika bermukim di Makkah. Antara lain: Syekh Muhammad Khatib Minangkabau, Kiai Nawawi Al-Bantani, Kiai Mas Abdullah Surabaya, Kiai Faqih (Pondok Mas Kumambang) Gresik. Buku-buku dan kitab karya ulama besar yang dipelajarinya secara mandiri antara lain karya-karya: Imam Syafi’i, Imam Al-Ghazali, IbnuTaimiyah, Muhammad         Abduh,               dan   Rasyid    Ridha. Jalan Hidup Kiai Ahmad Dahlan
Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kiai Ahmad Dahlan telah melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun 1906, Kiai diangkat sebagai khatib Masjid Besar Yogyakarta dengan gelar Ketib Amin. Satu tahun kemudian (1907) Kiai memelopori Musyawarah Alim Ulama. Dalam rapat pertama beliau menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang tepat.
Tahun 1922 Kiai membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu ialah mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengamalan Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai RH Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun pernah berbeda pendapat, Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong para pimpinan Muhammadiyah kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kiai Mas Mansur. Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada kebagusan Islam melalui pembuktian jalan kepandaian dan ilmu.
Tahun 1909, Kiai Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo. Tujuannya selain sebagai wadah semangat kebangsaan, juga untuk memperlancar aktivitas dakwah dan pendidikan Islam yang dilakukannya. Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7 orang pengurusnya menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo. Hubungan Muhammadiyah dengan Boedi Oetomo sangat erat, sehingga Kongres Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan di rumah Kiai Ahmad Dahlan. Di sisi lain Dr.Soetomo—pendiri Boedi Oetomo—juga banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah dan menjadi Penasehat (Adviseur Besar) Muhammadiyah.
Dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 (Surabaya), Dr.Soetomo memberikan ceramah (khutbah) dengan tema Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Khutbah ini yang mendorong lahirnya PKO dengan rumah sakit dan panti asuhannya kemudian. Dr.Soetomo pun membantu memperlancar pengesahan berdirinya Muhammadiyah, tiga tahun setelah berdirinya. Keanggotaannya di Boedi Oetomo memberikan kesempatan luas berdakwah kepada para anggota Muhammadiyah dengan mengajar agama Islam kepada siswa-siswa yang belajar di sekolah Belanda. Antara lain Kweeck School di Jetis. OSVIA (Opleiding School Voor Indlandsch Amtenaren), Sekolah Pamong Praja (Magelang). Selain dakwah yang diadakan di rumahnya di Kauman.
Tahun 1908-1909, Kiai Dahlan mendirikan sekolah yang pertama yaitu Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah (setingkat SD). Kegiatan belajar mengajarnya diadakan di ruang tamu rumahnya yang berukuran 2,5 x 6 meter. Meskipun demikian sudah dikelola secara modern dengan menggunakan metode dan kurikulum. Dengan menggunakan papan tulis, meja, dan kursi. Sistem pengajarannya secara klasikal. Waktu merupakan sesuatu yang sangat asing bagi sekolah pribumi. Untuk pertama kali muridnya hanya 6 orang. Dan setengah tahun kemudian meningkat menjadi 20 orang.
Ketika besluit pengakuan sah Muhammadiyah keluar dari pemerintah Belanda tahun 1914, Kiai Ahmad Dahlan pun mendirikan perkumpulan kaum ibu yaitu Sapatresna. Yang tahun 1920, kemudian diubah namanya jadi Aisiyah. Tugas pokoknya mengadakan pengajian khusus bagi kaum wanita. Dengan ciri khusus peserta pengajian Sapatresna diwajibkan memakai kerudung dari kain sorban berwarna putih. Perkumpulan ini pertama kali dipimpin Nyai Ahmad Dahlan.
Tahun 1920 didirikan Panti Asuhan Yatim Piatu Muhammadiyah. Dan tahun 1922 didirikan Nasyiatul Asiyiyah (NA), yang semula bagian dari Aisiyyah kalangan muda. Sedangkan tahun 1918 didirikan kepanduan Hizwul Wathan (HW) bagi kalangan angkatan muda. Diketuai Haji Muhtar. Diantara alumni HW (yang juga berkembang di Banyumas) adalah Jenderal Sudirman. Tahun 1917 Kiai Ahmad Dahlan mendirikan pengajian Malam Jum’at sebagai forum dialog dan tukar pikiran warga Muhammadiyah dan masyarakat simpatisan. Dari forum ini kemudian lahir Korps Mubaligh keliling, yang bertugas menyantuni dan memperbaiki kehidupan yatim piatu, fakir miskin, dan yang sedang dilanda musibah.
Tahun 1918 didirikan sekolah Al Qism Al Arqa, yang dua tahun kemudian menjadi Pondok Muhammadiyah di Kauman. Tahun 1921 berdiri badan yang membantu kemudahan pelaksanaan ibadah haji bagi orang Indonesia, yakni Penolong Haji. Selain itu mendirikan pula mushala kaum wanita, sebagai yang pertama di Indonesia.
Untuk mendukung aktivitasnya, Kiai Dahlan menyerahkan harta benda dan kekayaannya sebagai modal bagi perjuangan dan gerak langkah Muhammadiyah. Kiai seringkali melelang perabot rumah tangganya untuk mencukupi keperluan dana bagi gerakan Muhammadiyah.
Tahun 1922 Muhammadiyah sudah memiliki 9 sekolah dengan 73 orang guru dan 1019 siswa. Yaitu Opleiding School di Magelang, Kweeck School (Magelang), Kweeck School (Purworejo), Normal School (Blitar), NBS (Bandung), Algemeene Midelbare School (Surabaya), Hoogers Kweeck School (Purworejo).
Pada tahun 1921 Muhammadiyah sudah memiliki 5 cabang yaitu: Srandakan (Yogyakarta), Imogiri (Yogyakarta), Blora (Jawa Tengah), Surakarta (Jawa Tengah), Kepanjen, Malang (Jawa Timur). Tahun 1922 menyusul berdiri cabang Muhammadiyah di: Solo, Purwokerta, Pekalongan, Pekajangan, Jakarta, Garut (Jawa Barat), dan Sungai Liat (Bangka). Selain itu Muhammadiyah sudah menerbitkan majalah yaitu Suara Muhammadiyah (SM) sejak tahun 1914. dan Kiai Ahmad Dahlan duduk sebagai Staf Redaksi. Kemudian Muhammadiyah pun mendirikan Perpustakaan pada tahun 1922, untuk para anggota dan Umat Islam pada umumnya.
Hubungan pergaulan Kiai Ahmad Dahlan sangat luas. Selain di Muhammadiyah dan Boedi Oetomo, Kiai Dahlan merupakan komisariat Central Sarekat Islam (SI) dan Adviseur (Penasehat Pusat) SI. Sekaligus ahli propaganda dari aspek dakwah bagi SI. Bahkan kiai ini termasuk rombongan yang mewakili pengurusan pengeshan Badan Hukum Sarekat Islam, bersama Cokroaminoto. Aktivitasnya di SI sejak tahun 1913. Selain di SI, Muhammadiyah, dan Boedi Oetomo, jauh sebelum mendirikan Muhammadiyah Kiai Ahmad Dahlan pun menjadi anggota perkumpulan Jami’atul Khair (1905) dari kalangan pribumi, bersama Husein Jayadiningtrat. Luasnya hubungan Kiai Ahmad Dahlan bisa dilihat dari donatur Muhammadiyah yang terdiri dari bermacam kalangan. Antara lain para pemimpin SI, organisasi Islam di pulau Jawa dan luar Jawa. Juga para politisi dan Birokrat seperti Pegawai Jawata Kereta Api dan Irigasi. Itulah amal perjuangan KH Ahmad Dahlan. Yang banyak melakukan rintisan amal sosial. Sehingga dakwah Islam yang digerakan Muhammadiyah bukan berputar-putar sekedar pada wacana, tapi aksi sosial. Tapi setiap wacana harus dijalankan dalam konteks sosial. Melihat perilaku gerakan KH Ahmad Dahlan tampak jelas KH Ahmad Dahlan merupakan sosok manusia amal (man of action). Namun demikian bukan berarti beliau tidak mampu berpropaganda atau menulis, tapi Kiai Ahmad Dahlan membuktikan dirinya sebagai manusia yang memiliki integritas sebagai muslim. Yaitu adanya kesatuan antara pemikiran, ucapan, dan perbuatan. Meskipun bagi generasi selanjutnya lebih tampak Kiai ini dari sisi aksi sosialnya. Atau kesulitan menangkap pemikiran atau ide-idenya, baik terucapkan atau tertulis. Karena memang Kiai yang satu ini tidak banyak menulis, meskipun bisa menulis. Ide-ide dan pemikirannya itu terwujudkan dalam hasil karya gerakan sosial. Maka untuk menangkap sejauh mana pemikiran atau ide kiai Dahlan kita harus berusaha menangkap esensi dari amal sosial keagamaan Muhammadiyah seperti disebutkan di atas. Yang kemudian dikembangkan murid-murid dan pengikutnya.
Dengan kedalaman ilmu agama dan ketekunannya dalam mengikuti gagasan-gagasan pembaharuan islam, KH. Ahmad Dahlan kemudian aktif menyebarkan gagasan pembaharuan islam ke pelosok-pelosok tanah air sambil berdagang batik. KH. Ahmad Dahlan melakukan tabliah dan diskusi keagamaan sehingga atas desakan para muridnya pada tanggal 18 November 1912 KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah. Disamping aktif di Muhammadiyah beliau juga aktif di partai politik. Seperti Budi Utomo da Sarikat Islam. Hampir seluruh hidupnya digunakan utnuk beramal demi kemajuan umat islam dan bangsa. KH. Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 7 Rajab 1340 H atau 23 Pebruari 1923 M dan dimakamkan di Karang Kadjen, Kemantren, Mergangsan, Yogyakarta.


B.     Pemikiran Pendidikan KH.Ahmad Dahlan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat.
Pendidikan Islam yang dalam hal ini diwakili oleh pondok pesantren telah tersebar sebelum kedatangan penjajah kolonial Belanda ke Indonesia. Ia merupakan lembaga pendidikan tingkat menengah dan tinggi. Pendidikan Islam untuk tingkat permulaan diberikan di masjid, langgar, musallah atau surau. Santri diberi kebebasan memilih bidang studi dari guru yang diingininya. Ada santri senior yang diberi wewenang untuk mengajar. sorogan dan bandongan atau weton.11 Di pondok pesantren tidak ada sistem kelas, tidak ada ujian atau pengontrolan (evaluasi proses belajar) kemajuan santri dan tidak ada batas lamanya belajar [kelas]. Penekanannya pada kemampuan menghafal saja, tidak merangsang santri untuk berdiskusi dengan sesama santri. Cabang-cabang ilmu yang dipelajari terbatas pada ilmu-ilmu agama Islam yang meliputi hadits, musthalah hadits, fikih sunnah/ushul fikih, ilmu tauhid, ilmu tasauf, ilmu mantik, ilmu falaq dan bahasa Arab.
Kyai Ahmad Dahlan, melihat kondisi sosial pendidikan umat Islam pada waktu itu, tergerak untuk melakukan aktivitas yang menerapkan sistematika kerja organisasi ala Barat. Melalui pelembagaan amal usahanya, Kyai Ahmad Dahlan melakukan penangkalan kultural (budaya) atas penetrasi pengaruh kolonial Belanda dalam kebudayaan, peradaban dan keagamaan, utamanya adalah intensifnya upaya Kristenisasi yang dilakukan misi zending dari Barat.
Usaha-usaha pembaharuan Islam bidang pendidikan yang dilakukan Kyai Ahmad Dahlan dan para pemimpin persyarikatan Muhammadiyah meliputi dua segi yaitu segi cita-cita dan tehnik pendidikan dan pengajaran.
Kyai Ahmad Dahlan dianggap sebagai tokoh pembaharuan Islam yang cukup unik,dan dikagumi karena usaha pembaharuan Islamnya merupakan upaya terobosan-terobosan terhadap masalah-masalah umat yang mendesak untuk diatasi. Ia juga tidak memiliki background pendidikan Barat, tetapi gagasannya yang maju membuka lebar-lebar pintu ijtihad, (kesungguhan perubahan dalam Islam) dan melarang pengikutnya bertaklid,16 (mengikuti tanpa mengetahui alasan dalilnya yang tepat). Format pembaharuan dalam Islam persyarikatan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan Islam, tercermin dan dapat dilihat dari ide-ide dasar yang merupakan cita-cita penyelenggaraan pendidikan, seperti yang dituturkan pendirinya yaitu konsepsi kyai intelek dan intelek kyai
Usaha modernisasi dan pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam yang dilakukan persyarikatan Muhammadiyah pada awal kelahiran organisasi ini, nampak dari pengembangan kurikulum melalui dua jalan yaitu :
  1. Mendirikan tempat-tempatpendidikan dimana ilmu agama dan ilmu umum diajarkan bersama-sama.
  2. Memberikan tambahan pelajaran agama pada sekolah sakolah umum yang sekuler.20 Usaha yang dirintis Kyai Haji Ahmad Dahlan memperbaharui sistem pendidikan Islam dan kurikulum mata pelajaran seorang aktifis Muhammadiyah Rader Sasrosugondo menceriterakan yang dimuat dalam majalah Adil No. 51 tahun 1936 sebagai berikut :
Sepanjang penganggapannya para santri di Kauman, dan di pondok lainnya, pada ketika itu, bahwa anak atau orang yang pernah bersekolah itu sudah tidak Islam lagi, bahkan dianggap sudah memasuki agama Nasrani. Oleh karena itu para santri ataupun haji tidak bisa leluasa perhubungannya dengan priyayi-priyayi gupernumen tersebut. Para santri sama merendahkan priyayi-priyayi di dalam hati. Sebaiknya para priyayi-priyayi berganti sama merendahkan pada dirinya santri-santri, sebabnya mereka itu dianggap rendah pengetahuannya tentang pelajaran di bangku sekolah. Misalnya soal berhitung, ilmu bumi, sejarah, ilmu alam,ilmu ukur dan lain sebagainya. Mereka mengira bahwa bahwa santri itu terutama hanya pandai soal agama belaka. Lebih-lebih priyayi-priyayi itu perasaannya sudah memegang ilmu sesungguhnya. Mengerti tentang seluk beluknya hidup mengerti tentang yang dinamai Allah yang sejati dari sebab ajarannya guru yang disebut guru kasampurna, mengajar ilmu tua.
Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan ini meliputi :
1. Tujuan Pendidikan Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan untuk mnciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat dialisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama. Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
2. Materi pendidikan Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
a. Pendidikan moral, akhalq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
3. Model Mengajar Di dalam menyampaikan pelajaran agama KH. Ahma dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi konekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi. § Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogal, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda. § Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum. § Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab.
      Untuk membangun upaya tarbiyah (pendidikan umat manusia) tersebut, khususnya di negara Indonesia ini. maka langkah awal yang digagas Dahlan adalah gigih membina angkatan muda untuk turut bersamasama melaksanakan upaya membangun sistem pendidikan muda muhammadiyah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di Indonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan pendidikan Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut. Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekachool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.
BAB III
PENUTUP


A.     Kesimpulan
·         Tujuan Pendidikan Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan untuk mnciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat dialisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama. Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
·         Materi pendidikan Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
a. Pendidikan moral, akhalq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
·         Model Mengajar Di dalam menyampaikan pelajaran agama KH. Ahma dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi konekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi. & Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogal, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda. Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum.Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab.
B.     Saran-saran
·         Di harapkan agar mahasiswa mampu memahami dan mempelajari tentang studi pemikiran KH.Ahmad Dahlan dalam menyelenggarakan pendidikan Islam
·         Dengan mempelajari hal tersebut Mahasiswa dan beserta khalayak umum mamu mengembangkan melalui pemikiran-pemikiran para tokoh pendidikan salah satunya peran dari KH.Ahmad Dahlan dalam menyelenggarakan pendidikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DAKWAH BANJAR | هذا من فضل ربي