BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan satu
kebutuhan yanag sangat penting bagi manusia, apalagi dizaman sekarang ini yang
serba modern. Pendidikanlah yang sangat berperan penting untuk meyelaraskan
dengan kemajuan zaman yang begitu pesat.
Pendidikan pada hakikatnya suatu
kegiatan yang secara sadar dan sengaja, serta penuh tanggung jawab yang
dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya
agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung
terus menerus. Berdasarkan hal itu maka perlu juga dikaji tentang pendidikan
islam, karena pendidikan Islam juga bertujuan untuk membentuk anak didik
menjadi hamba Allah yang bertakwa dan bertanggung jawab melaksanaan pekerjaan
duniawi dan ukhrowi, untuk membentuk abdi Allah yang muttaqien dan cakap yang
besumber dari Al Quran dan Hadits.
Peranan pendidikan agama islam
dalam pembentukan karakter anak didik memang sangatlah penting, dalam hal ini,
perlu kita kembangkan terus pendidikan agama islam disegala bidang agar
tercipta tujuan dari pendidikan itu sendiri. Untuk lebih mengerti bagaima cara
yang efektif untuk mengembangkannya maka kita perlu mendapatkan gambaran
bagaimana penyelenggaraan pendidikan islam, mengingat hal tersebut penulis akan
menganngkat tentang peran salah satu tokoh pendidikian dalam mengembangkan
pendidikan islam yaitu peran Kh.Ahmad Dahlan dalam penyelenggaraan pendidikan islam.
Pendidikan Islam menurut KH.Ahmad
Dahlan merupakan penyebab munculnya dan berkembangnya tradisi keilmuan,
pemikiran, dan filsafat di dunia Islam dan tidak dapat dipisahkan dari kondisi
lingkungan, kebudayaan dan peradaban yang mengitari munculnya pandangan tentang
filsafat pendidikan Islam ini. Karena itu, penulis memiliki permasalahan
tentang hal yang berkaitan dengan pemikiran pendidikan Islam; Bagaimana
pemikiran KH. Ahmad Dahlan mengenai pendidikan [education] terutama filsafat
pendidikan Islam di Indonesia?
Dalam penulisan ini, bahwa pembahasan tentang
Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam menurut KH.Ahmad Dahlan, Keterkaitannya
dengan Pemecahan Persoalan Pendidikan masa kini merupakan studi pemikiran
K.H.Ahmad Dahlan tentang Falsafah Pendidikan Islam dan memberikan manfaat bagi
agama dan bangsa. Adapun Tujuan penelitian ini merupakan telaah permasalahan
baru dalam melihat kacamata masyarakat mengenai pendidikan terutama Islam.
Menggambarkan corak pemikiran Filsafat Pendidikan Islam menurut K.H.Ahmad
Dahlan. Menjelaskan konsep-konsep Pendidikan Islam menurut K.H.Ahmad Dahlan.
Mengkritisi pemikiran K.H.Ahmad Dahlan tentang Pendidikan Islam di tanah air
Indonesia Memberikan perspektif baru tentang filsafat pendidikan Islam.
Berbicara tentang Pendidikan Islam
sangat erat kaitannya dengan pemikiran K.H.Ahmad Dahlan yang mengenal
pendidikan di Barat dan Timur. Dari latar belakang permasalah di atas, maka
penulis mencoba memberikan gambaran pendidikan Islam menurut K.H.Ahmad Dahlan
ditinjau dari aspek filsafat.
B. Tujuan Penulisan
1. Agar menjadi
bahan pikiran Mahasiswa untuk mempelajari dan mengetahui penyelenggaraan
pendidikan Islam.
2. Mengetahui
tentang cara pengembangan pendidikan agama
Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup KH.Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta ) pada tahun 1898 dan meninggal pada tanggal 25
Pebruari 1923. Ia berangkat dari keluarga diktatis dan terkenal alim dalam ilmu
agama. Ayahnya bernama KH. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar
kratonYogyakarta. Sementara ibunya bernama Aminah, putri KH. Ibrahim yang
pernah menjabat sebagai penghulu di kraton Yogyakarta .
Pada usia yang masih muda, ia membuat
heboh dengan membuat tanda shaf dalam masjid agung denan memakai kapur. Tanda
shaf itu bertujuan untuk memberi arah kiblat yang benar dalam masjid. Menurut
dia letak masjid yang tepat menghadap barat keliru, sebab letakkota Mekkah
berada disebelah barat agak ke utara dari Indonesia . Berdasarkan hasil
penelitian yang sederhana Ahmad Dahlan berkesimpulan bahwa kiblat di masjid
agung itu kurang benar, dan oleh karena itu harus dibetulkan. Penghulu kepala yang
bertugas menjaga masjid Agung dengan cepat menyuruh orang membersihkan lantai
masjid dan tanda shaf yang ditulis dengan benar.
KH. Ahmad Dahlan memperdalam ilmu
agamanya kepada para ulma’ timur tengah. Beliau memperdalam ilmu fiqih kepada
kiai Mahfudz Termas, ilmu hadits kepada Mufti Syafi’i, ilmu falaq kepada kiai
Asy’ari Bacean. Beliau juga sempat mengadakan dialog dengan para ulama
nusantara seperti kiai Nawawi Banten dan kiai Khatib dari Minangkabau yang
dialog ini pada akhirnya banyak mengalami dan mendorongnya untuk melakukan
reformasi di Indonesia adalah dialognya dengan syeikh Muhammad Rasyid Ridha,
seorang tokoh modernis dari Mesir.
KH Ahmad Dahlan naik haji pertama
kali tahun 1890, dalam usia 22 tahun. Tiga belas tahun kemudian (1903) naik haji
kedua kalinya bersama putra laki-lakinya, Siraj Dahlan yang kadang dipanggil
Djumhan. Sepulang ibadah haji tahun 1904-1905, beliau mendirikan pondok untuk
menampung para pelajar dari luar daerah yang belajar di Yogyakarta .
Setelah berumur 24 tahun, Kiai Dahlan menikahi Siti Walidah, sepupunya sendiri
yang kemudian dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan. Dari pernikahannya dikaruniai 6
anak, yaitu: Siti Johannah (lahir 1890), Siraj Dahlan (lahir 1898), Siti Bsyro
(lahir 1903), Siti Aisyah (lahir 1905), Irfan Dahlan dan Siti Aisyah (lahir
kembar), dan Siti Zuharoh (lahir 1908).
KH Ahmad Dahlan tidak pernah menjalani pendidikan formal dengan
memasuki sekolah tertentu. Namun ia menguasai beragam ilmu yang diperoleh
secara otodidak baik berguru kepada ulama atau seorang ahli, atau dengan
memebaca buku atau kitab-kitab. Ilmu-ilmu yang dikuasainya atau pernah
dipelajarinya yaitu: Nahwu (tata bahasa Arab), Ilmu Fiqih, Ilmu Falaq, Ilmu
Hadits, Qiroatul Qur’an, Ilmu Pengobatan dan Racun, serta Tasawuf.
Guru-guru Kiai Ahmad Dahlan sebagaian dari dalam negeri dan lainnya dari luar negeri khususnyaSaudi
Arabia . Guru-gurunya antara lain: ayahnya
sendiri (KH Abu Bakar), KH Mohammad Shaleh (Kakak iparnya), untuk ilmu Fiqih,
KH Muchsin dan KH Abdul Hamid untuk ilmu Nahwu, KH Raden Dahlan (Pesantren
Termas), untuk ilmu falaq, Kiai Machfud (Pesantren Termas) untuk ilmu Fiqih dan
Hadits, Syekh Khayyat untuk ilmu Hadits, Syekh Amin dan Sayyid Bakri Satock
untuk Qiroatul Qur’an, Syekh Hasan untuk ilmu Pengobatan da Racun, Sayyid Ba-bussijjil
untuk ilmu Hadits, Mufti Syafi’i untuk ilmu Hadits, Kiai Asy’ari Baceyan dan
Sykeh Misri Makkah untuk Qiroatul Qur’an dan ilmu Falaq.
Kiai Ahmad Dahlan pernah bertemu dan berdialog dengan ulama-ulama luar negeri, terutama ketika bermukim di Makkah. Antara lain: Syekh Muhammad Khatib Minangkabau, Kiai Nawawi Al-Bantani, Kiai Mas Abdullah Surabaya, Kiai Faqih (Pondok Mas Kumambang) Gresik. Buku-buku dan kitab karya ulama besar yang dipelajarinya secara mandiri antara lain karya-karya: Imam Syafi’i, Imam Al-Ghazali, IbnuTaimiyah, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Jalan Hidup Kiai Ahmad Dahlan
Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kiai Ahmad Dahlan telah melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun 1906, Kiai diangkat sebagai khatib Masjid Besar Yogyakarta dengan gelar Ketib Amin. Satu tahun kemudian (1907) Kiai memelopori Musyawarah Alim Ulama. Dalam rapat pertama beliau menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang tepat.
Tahun 1922 Kiai membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu ialah mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengamalan Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai RH Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun pernah berbeda pendapat, Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong para pimpinan Muhammadiyah kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kiai Mas Mansur. Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada kebagusan Islam melalui pembuktian jalan kepandaian dan ilmu.
Guru-guru Kiai Ahmad Dahlan sebagaian dari dalam negeri dan lainnya dari luar negeri khususnya
Kiai Ahmad Dahlan pernah bertemu dan berdialog dengan ulama-ulama luar negeri, terutama ketika bermukim di Makkah. Antara lain: Syekh Muhammad Khatib Minangkabau, Kiai Nawawi Al-Bantani, Kiai Mas Abdullah Surabaya, Kiai Faqih (Pondok Mas Kumambang) Gresik. Buku-buku dan kitab karya ulama besar yang dipelajarinya secara mandiri antara lain karya-karya: Imam Syafi’i, Imam Al-Ghazali, IbnuTaimiyah, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Jalan Hidup Kiai Ahmad Dahlan
Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kiai Ahmad Dahlan telah melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun 1906, Kiai diangkat sebagai khatib Masjid Besar Yogyakarta dengan gelar Ketib Amin. Satu tahun kemudian (1907) Kiai memelopori Musyawarah Alim Ulama. Dalam rapat pertama beliau menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang tepat.
Tahun 1922 Kiai membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu ialah mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengamalan Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai RH Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun pernah berbeda pendapat, Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong para pimpinan Muhammadiyah kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kiai Mas Mansur. Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada kebagusan Islam melalui pembuktian jalan kepandaian dan ilmu.
Tahun 1909, Kiai Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo.
Tujuannya selain sebagai wadah semangat kebangsaan, juga untuk memperlancar
aktivitas dakwah dan pendidikan Islam yang dilakukannya. Ketika Muhammadiyah
terbentuk, bahkan 7 orang pengurusnya menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo.
Hubungan Muhammadiyah dengan Boedi Oetomo sangat erat, sehingga Kongres Boedi
Oetomo tahun 1917 diselenggarakan di rumah Kiai Ahmad Dahlan. Di sisi lain
Dr.Soetomo—pendiri Boedi Oetomo—juga banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan
Muhammadiyah dan menjadi Penasehat (Adviseur Besar) Muhammadiyah.
Dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 (Surabaya ), Dr.Soetomo memberikan ceramah
(khutbah) dengan tema Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Khutbah ini yang
mendorong lahirnya PKO dengan rumah sakit dan panti asuhannya kemudian.
Dr.Soetomo pun membantu memperlancar pengesahan berdirinya Muhammadiyah, tiga
tahun setelah berdirinya. Keanggotaannya di Boedi Oetomo memberikan kesempatan
luas berdakwah kepada para anggota Muhammadiyah dengan mengajar agama Islam
kepada siswa-siswa yang belajar di sekolah Belanda. Antara lain Kweeck School
di Jetis. OSVIA (Opleiding
School Voor Indlandsch
Amtenaren), Sekolah Pamong Praja (Magelang). Selain dakwah yang diadakan di
rumahnya di Kauman.
Tahun 1908-1909, Kiai Dahlan mendirikan sekolah yang pertama yaitu
Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah (setingkat SD). Kegiatan belajar
mengajarnya diadakan di ruang tamu rumahnya yang berukuran 2,5 x 6 meter.
Meskipun demikian sudah dikelola secara modern dengan menggunakan metode dan
kurikulum. Dengan menggunakan papan tulis, meja, dan kursi. Sistem
pengajarannya secara klasikal. Waktu merupakan sesuatu yang sangat asing bagi
sekolah pribumi. Untuk pertama kali muridnya hanya 6 orang. Dan setengah tahun
kemudian meningkat menjadi 20 orang.
Ketika besluit pengakuan sah Muhammadiyah keluar dari pemerintah
Belanda tahun 1914, Kiai Ahmad Dahlan pun mendirikan perkumpulan kaum ibu yaitu
Sapatresna. Yang tahun 1920, kemudian diubah namanya jadi Aisiyah. Tugas
pokoknya mengadakan pengajian khusus bagi kaum wanita. Dengan ciri khusus
peserta pengajian Sapatresna diwajibkan memakai kerudung dari kain sorban
berwarna putih. Perkumpulan ini pertama kali dipimpin Nyai Ahmad Dahlan.
Tahun 1920 didirikan Panti Asuhan Yatim Piatu Muhammadiyah. Dan
tahun 1922 didirikan Nasyiatul Asiyiyah (NA), yang semula bagian dari Aisiyyah
kalangan muda. Sedangkan tahun 1918 didirikan kepanduan Hizwul Wathan (HW) bagi
kalangan angkatan muda. Diketuai Haji Muhtar. Diantara alumni HW (yang juga
berkembang di Banyumas) adalah Jenderal Sudirman. Tahun 1917 Kiai Ahmad Dahlan
mendirikan pengajian Malam Jum’at sebagai forum dialog dan tukar pikiran warga
Muhammadiyah dan masyarakat simpatisan. Dari forum ini kemudian lahir Korps
Mubaligh keliling, yang bertugas menyantuni dan memperbaiki kehidupan yatim
piatu, fakir miskin, dan yang sedang dilanda musibah.
Tahun 1918 didirikan sekolah Al Qism Al Arqa, yang dua tahun
kemudian menjadi Pondok Muhammadiyah di Kauman. Tahun 1921 berdiri badan yang
membantu kemudahan pelaksanaan ibadah haji bagi orang Indonesia , yakni Penolong Haji.
Selain itu mendirikan pula mushala kaum wanita, sebagai yang pertama di Indonesia .
Untuk mendukung aktivitasnya, Kiai Dahlan menyerahkan harta benda
dan kekayaannya sebagai modal bagi perjuangan dan gerak langkah Muhammadiyah.
Kiai seringkali melelang perabot rumah tangganya untuk mencukupi keperluan dana
bagi gerakan Muhammadiyah.
Tahun 1922 Muhammadiyah sudah memiliki 9 sekolah dengan 73 orang guru dan 1019 siswa. Yaitu Opleiding School di Magelang, Kweeck School (Magelang), Kweeck School (Purworejo), Normal School (Blitar), NBS (Bandung), Algemeene Midelbare School (Surabaya), Hoogers Kweeck School (Purworejo).
Tahun 1922 Muhammadiyah sudah memiliki 9 sekolah dengan 73 orang guru dan 1019 siswa. Yaitu Opleiding School di Magelang, Kweeck School (Magelang), Kweeck School (Purworejo), Normal School (Blitar), NBS (Bandung), Algemeene Midelbare School (Surabaya), Hoogers Kweeck School (Purworejo).
Pada tahun 1921 Muhammadiyah sudah memiliki 5 cabang yaitu:
Srandakan (Yogyakarta), Imogiri (Yogyakarta), Blora (Jawa Tengah), Surakarta
(Jawa Tengah), Kepanjen, Malang
(Jawa Timur). Tahun 1922 menyusul berdiri cabang Muhammadiyah di: Solo,
Purwokerta, Pekalongan, Pekajangan, Jakarta ,
Garut (Jawa Barat), dan Sungai Liat (Bangka ).
Selain itu Muhammadiyah sudah menerbitkan majalah yaitu Suara Muhammadiyah (SM)
sejak tahun 1914. dan Kiai Ahmad Dahlan duduk sebagai Staf Redaksi. Kemudian
Muhammadiyah pun mendirikan Perpustakaan pada tahun 1922, untuk para anggota
dan Umat Islam pada umumnya.
Hubungan pergaulan Kiai Ahmad Dahlan sangat luas. Selain di
Muhammadiyah dan Boedi Oetomo, Kiai Dahlan merupakan komisariat Central Sarekat
Islam (SI) dan Adviseur (Penasehat Pusat) SI. Sekaligus ahli propaganda dari
aspek dakwah bagi SI. Bahkan kiai ini termasuk rombongan yang mewakili
pengurusan pengeshan Badan Hukum Sarekat Islam, bersama Cokroaminoto.
Aktivitasnya di SI sejak tahun 1913. Selain di SI, Muhammadiyah, dan Boedi
Oetomo, jauh sebelum mendirikan Muhammadiyah Kiai Ahmad Dahlan pun menjadi
anggota perkumpulan Jami’atul Khair (1905) dari kalangan pribumi, bersama
Husein Jayadiningtrat. Luasnya hubungan Kiai Ahmad Dahlan bisa dilihat dari
donatur Muhammadiyah yang terdiri dari bermacam kalangan. Antara lain para
pemimpin SI, organisasi Islam di pulau Jawa dan luar Jawa. Juga para politisi
dan Birokrat seperti Pegawai Jawata Kereta Api dan Irigasi. Itulah amal
perjuangan KH Ahmad Dahlan. Yang banyak melakukan rintisan amal sosial.
Sehingga dakwah Islam yang digerakan Muhammadiyah bukan berputar-putar sekedar
pada wacana, tapi aksi sosial. Tapi setiap wacana harus dijalankan dalam
konteks sosial. Melihat perilaku gerakan KH Ahmad Dahlan tampak jelas KH Ahmad
Dahlan merupakan sosok manusia amal (man of action). Namun demikian bukan
berarti beliau tidak mampu berpropaganda atau menulis, tapi Kiai Ahmad Dahlan
membuktikan dirinya sebagai manusia yang memiliki integritas sebagai muslim.
Yaitu adanya kesatuan antara pemikiran, ucapan, dan perbuatan. Meskipun bagi generasi
selanjutnya lebih tampak Kiai ini dari sisi aksi sosialnya. Atau kesulitan
menangkap pemikiran atau ide-idenya, baik terucapkan atau tertulis. Karena
memang Kiai yang satu ini tidak banyak menulis, meskipun bisa menulis. Ide-ide
dan pemikirannya itu terwujudkan dalam hasil karya gerakan sosial. Maka untuk
menangkap sejauh mana pemikiran atau ide kiai Dahlan kita harus berusaha
menangkap esensi dari amal sosial keagamaan Muhammadiyah seperti disebutkan di
atas. Yang kemudian dikembangkan murid-murid dan pengikutnya.
Dengan kedalaman
ilmu agama dan ketekunannya dalam mengikuti gagasan-gagasan pembaharuan islam,
KH. Ahmad Dahlan kemudian aktif menyebarkan gagasan pembaharuan islam ke
pelosok-pelosok tanah air sambil berdagang batik. KH. Ahmad Dahlan melakukan
tabliah dan diskusi keagamaan sehingga atas desakan para muridnya pada tanggal
18 November 1912 KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah. Disamping
aktif di Muhammadiyah beliau juga aktif di partai politik. Seperti Budi Utomo
da Sarikat Islam. Hampir seluruh hidupnya digunakan utnuk beramal demi kemajuan
umat islam dan bangsa. KH. Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 7 Rajab 1340 H
atau 23 Pebruari 1923 M dan dimakamkan di Karang Kadjen, Kemantren, Mergangsan, Yogyakarta .
B. Pemikiran Pendidikan KH.Ahmad
Dahlan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya
strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola berpikir yang statis menuju
pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya
ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat.
Pendidikan Islam yang dalam hal ini
diwakili oleh pondok pesantren telah tersebar sebelum kedatangan penjajah
kolonial Belanda ke Indonesia .
Ia merupakan lembaga pendidikan tingkat menengah dan tinggi. Pendidikan Islam
untuk tingkat permulaan diberikan di masjid, langgar, musallah atau surau.
Santri diberi kebebasan memilih bidang studi dari guru yang diingininya. Ada santri senior yang
diberi wewenang untuk mengajar. sorogan dan bandongan atau weton.11 Di pondok
pesantren tidak ada sistem kelas, tidak ada ujian atau pengontrolan (evaluasi
proses belajar) kemajuan santri dan tidak ada batas lamanya belajar [kelas].
Penekanannya pada kemampuan menghafal saja, tidak merangsang santri untuk
berdiskusi dengan sesama santri. Cabang-cabang ilmu yang dipelajari terbatas
pada ilmu-ilmu agama Islam yang meliputi hadits, musthalah hadits, fikih
sunnah/ushul fikih, ilmu tauhid, ilmu tasauf, ilmu mantik, ilmu falaq dan
bahasa Arab.
Kyai Ahmad Dahlan, melihat kondisi
sosial pendidikan umat Islam pada waktu itu, tergerak untuk melakukan aktivitas
yang menerapkan sistematika kerja organisasi ala Barat. Melalui pelembagaan
amal usahanya, Kyai Ahmad Dahlan melakukan penangkalan kultural (budaya) atas
penetrasi pengaruh kolonial Belanda dalam kebudayaan, peradaban dan keagamaan,
utamanya adalah intensifnya upaya Kristenisasi yang dilakukan misi zending dari
Barat.
Usaha-usaha pembaharuan Islam bidang
pendidikan yang dilakukan Kyai Ahmad Dahlan dan para pemimpin persyarikatan
Muhammadiyah meliputi dua segi yaitu segi cita-cita dan tehnik pendidikan dan
pengajaran.
Kyai Ahmad Dahlan dianggap sebagai
tokoh pembaharuan Islam yang cukup unik,dan dikagumi karena usaha pembaharuan
Islamnya merupakan upaya terobosan-terobosan terhadap masalah-masalah umat yang
mendesak untuk diatasi. Ia juga tidak memiliki background pendidikan Barat,
tetapi gagasannya yang maju membuka lebar-lebar pintu ijtihad, (kesungguhan
perubahan dalam Islam) dan melarang pengikutnya bertaklid,16 (mengikuti tanpa
mengetahui alasan dalilnya yang tepat). Format pembaharuan dalam Islam
persyarikatan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan Islam, tercermin dan dapat
dilihat dari ide-ide dasar yang merupakan cita-cita penyelenggaraan pendidikan,
seperti yang dituturkan pendirinya yaitu konsepsi kyai intelek dan intelek kyai
Usaha modernisasi dan pembaharuan
dalam bidang pendidikan Islam yang dilakukan persyarikatan Muhammadiyah pada
awal kelahiran organisasi ini, nampak dari pengembangan kurikulum melalui dua
jalan yaitu :
- Mendirikan tempat-tempatpendidikan dimana ilmu agama dan ilmu umum diajarkan bersama-sama.
- Memberikan tambahan pelajaran agama pada sekolah sakolah umum yang sekuler.20 Usaha yang dirintis Kyai Haji Ahmad Dahlan memperbaharui sistem pendidikan Islam dan kurikulum mata pelajaran seorang aktifis Muhammadiyah Rader Sasrosugondo menceriterakan yang dimuat dalam majalah Adil No. 51 tahun 1936 sebagai berikut :
Sepanjang penganggapannya para santri di Kauman, dan di
pondok lainnya, pada ketika itu, bahwa anak atau orang yang pernah bersekolah itu
sudah tidak Islam lagi, bahkan dianggap sudah memasuki agama Nasrani. Oleh
karena itu para santri ataupun haji tidak bisa leluasa perhubungannya dengan
priyayi-priyayi gupernumen tersebut. Para
santri sama merendahkan priyayi-priyayi di dalam hati. Sebaiknya para
priyayi-priyayi berganti sama merendahkan pada dirinya santri-santri, sebabnya
mereka itu dianggap rendah pengetahuannya tentang pelajaran di bangku sekolah.
Misalnya soal berhitung, ilmu bumi, sejarah, ilmu alam,ilmu ukur dan lain
sebagainya. Mereka mengira bahwa bahwa santri itu terutama hanya pandai soal
agama belaka. Lebih-lebih priyayi-priyayi itu perasaannya sudah memegang ilmu
sesungguhnya. Mengerti tentang seluk beluknya hidup mengerti tentang yang
dinamai Allah yang sejati dari sebab ajarannya guru yang disebut guru
kasampurna, mengajar ilmu tua.
Upaya mengaktualisasikan gagasan
tersebut maka konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan ini meliputi :
1. Tujuan Pendidikan Menurut KH.
Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia
muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham
masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang
saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan
sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan untuk
mnciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan
sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak
diajarkan agma sama sekali. Akibat dialisme pendidikan tersebut lahirlah dua
kutub intelegensia : lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak
menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak
menguasai ilmu agama. Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat
bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh
menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan
akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum,
material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan
pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
2. Materi pendidikan Berangkat dari
tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau
materi pendidikan hendaknya meliputi:
a. Pendidikan moral, akhalq yaitu
sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu
sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang
berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan
intelek serta antara dunia dengan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan yaitu
sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
3. Model Mengajar Di dalam
menyampaikan pelajaran agama KH. Ahma dahlan tidak menggunakan pendekatan yang
tekstual tetapi konekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan
atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan
kondisi. § Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan
Sorogal, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah
Belanda. § Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan
di madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum. §
Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan
otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral.
Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang
akrab.
Untuk membangun upaya tarbiyah (pendidikan
umat manusia) tersebut, khususnya di negara Indonesia ini. maka langkah awal
yang digagas Dahlan adalah gigih membina angkatan muda untuk turut bersamasama
melaksanakan upaya membangun sistem pendidikan muda muhammadiyah tersebut, dan
juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan
bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan
ummat Islam di Indonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan
memperluas gagasannya tentang gerakan pendidikan Muhammadiyah ialah dengan
mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang
dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia
sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di
kedua sekolah tersebut. Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut
diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka
akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian
juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat
proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan
mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah
guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekachool
Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dahlan
mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
·
Tujuan Pendidikan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas
pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk
kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari
tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan
pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan
pesantren hanya bertujuan untuk mnciptakan individu yang salih dan mengalami
ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan
sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat dialisme
pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan pesantren yang
menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang
menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama. Melihat ketimpangan
tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna
adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum,
material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal
tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang
tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH.
Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah
Muhammadiyah.
·
Materi pendidikan Berangkat
dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum
atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
a. Pendidikan moral, akhalq yaitu
sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu
sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang
berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan
intelek serta antara dunia dengan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan yaitu
sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
·
Model Mengajar Di dalam
menyampaikan pelajaran agama KH. Ahma dahlan tidak menggunakan pendekatan yang
tekstual tetapi konekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan
atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan
kondisi. & Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan
Sorogal, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah
Belanda. Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan di
madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum.Hubungan
guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter karena
para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah
Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab.
B. Saran-saran
·
Di harapkan agar mahasiswa mampu memahami dan mempelajari
tentang studi pemikiran KH.Ahmad Dahlan dalam menyelenggarakan pendidikan Islam
·
Dengan mempelajari hal tersebut Mahasiswa dan beserta
khalayak umum mamu mengembangkan melalui pemikiran-pemikiran para tokoh
pendidikan salah satunya peran dari KH.Ahmad Dahlan dalam menyelenggarakan
pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar