DAKWAH BANJAR

Sebuah Media Informasi. | مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ, فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ |"Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya."

Selasa, 28 Februari 2012

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT




A. Empirisme
         Empirisme adalah salah satu aliran dalam filosuf yang menekankan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah Empirisme diambil dari bahasa yunani empiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan manusia berdasarkan pengalaman. Atau meminjam kata-kata John Locke, salah satu dedengkotnya… “Manusia itu ibarat tabula rasa yang nantinya akan diwarnai oleh keadaan eksternalnya”. Dan Empirisme adalah lawan Rasionalisme.
         Filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan aliran Positivisme Logis (logical positivisme) dan filsafat Ludwig Wittegenstein, akan tetapi teori makna dan empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman.
         Filsafat empirisme dengan teori yang kedua, yaitu teori pengetahuan, dapat diringkaskan sebagai berikut. Menurut orang rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian tentu mempunyai sebab, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh lewat intuisi rasional.
         Diantara tokoh dan pengikut aliran empirisme adalah Francis Bacon, Thomas Hobbes, John Locke, David Hume, George Barkeley, dan Herbert Spencer.
1.     Francis Bacon (1210-1292 M)
Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi.
2.     Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Menurut Thomas Hobbes berpendapat bahwa pengalamn inderawi sebagai permulaan segala pengenalan, hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data-data inderawi belaka.
3.     John Locke (1632-1704 M)
Ia adalah filosuf Inggris yang banyak mempelajari agama Kristen. Ia menerima keraguan sementara yang di ajarkan oleh Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang digunakan oleh Descartes, ia juga menolak metode deduktif Descartes dan menggantinya dengan generalisasiberdasarkan pengalaman.
4.     David Hume (1711-1776 M)
Dalam pemikiran David Hume yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalamn itu bersifat lahiriah (yang menyangkut dunia), maupun batiniah (yang menyangktu pribadi manusia).
Hume tidak menerima subtansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu.
5.     Herbert Spencer (1820-1903 M)
Filsafat Herbert Spencer berpusat pada teori evolusi. Menurut Spencer, kita hanya dapat mengenali fenomena-fenomena atau gejala-gejal, memang benar dibelakang gejala-gejala itu ada suatu dasar absolute, tetapi yang absolute itu tidak dapat kita kenal.

B. Positivisme
         Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif, sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.
         Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang mengalalami banyak perubahan mendasar dalam perjalanan sejarahnya. Istilah ini kemudian digunakan oleh Agust Comte (1798-1857 M) dan dipatok secara mutlak sebagai tahapan paling akhir sesudah tahapan-tahapan agama dan filsafat. Agust Comte berkeyakinan bahwa makrifat-makrifat manusia melewati tiga (3) tahapan sejarah : pertama, tahapan agama dan ketuhanan, pada tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan; kedua, adalah tahapan filsafat, yang menjelaskan fenomena-fenomena dengan pemahaman-pemahaman metafisika seperti kauslitas, subtansi, dan aksiden, esensi dan eksistensi; dan adapun positivisme sebagai tahapan ketiga, menafikan semua bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta hanya mengedepankan metode empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena.
         Menurut Agust Comte, perkembangan pemikiran manusia baik perorangan maupun bangsa melalui tiga zaman; yaitu zaman teologis, metafisis, dan positif. Zaman teologis adalah zaman dimana manusia percaya dibelakang gejala-gejala alam, terdapat kuasa-kuasa akrodati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Zaman metafisis adalah kekuatan yang adi kodrati diganti dengan ketentuan-ketentuan abstrak. Zaman positif yaitu ketika orang tidak lagi berusaha mencapai pengetahuan tentang yang mutlak baik teologis maupun metafisis.
         Hukum tiga tahap ini tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi setiap perseorangan. Urutan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan tersusun sedemikian rupa, sehingga yang satu selalu mengandalkan semua ilmu yang mendahuluinya.

C. Pragmatisme
         Aliran ini pertama kali tumbuh di Amerika pada tahun 1878M. Ketika itu Charles Sanders Pierce (1839-1914M) menerbitkan sebuah makalah yang berjudul “How to make our ideas clear”. Namun pragmatisme sendiri lahir ketika William James membahas makalahnya yang berjudul “Philosophycal conceptions and pratical result” (1898M) dan mendaulat Pierce sebagai bapak pragmatisme. Selanjutnya aliran ini makin berkembang berkat kerja keras dari William James dengan berbagai karya tulisnya. John Dewey juga ikut mengambil bagian dalam mempopulerkan aliran ini. Namun ia dan para pengikutnya lebih suka menyebut filsafatnya sebagai Instrumentalisme.
         Pragmatisme berasal dari dua kata yaitu pragma dan isme. Pragma berasal dari bahasa Yunani yang berarti tindakan atau perbuatan. Kata ini sering sekali diucapkan orang yang biasanya dipahami dengan pengertian praktis. Sedangkan pengertian Isme sama dengan pengertian isme-isme yang lainnya, yang merujuk pada cara berpikir atau suatu aliran berpikir. Dengan demikian filsafat pragmatisme beranggapan bahwa fikiran itu mengikuti tindakan. Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar apabila teori itu bekerja. Ini berarti Pragmatisme dapat digolongkan kedalam pembahasan tentang makna kebenaran atau theory of thurth. Hal ini dapat kita lihat dalam buku William James yang berjudul The meaning of thurth. Menurut james kebenaran adalah sesuatu yang terjadi pada ide. Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang tidak statis dan tidak mutlak. Dengan demikian kebenaran adalah sesuatu yang bersifat relative. Hal ini dapat dijelaskan melalui sebuah contoh. Misalnya ketika kita menemukan sebuah teori yang masih bersifat relative sebelum kita membuktikan sendiri kebenaran dari teori itu.
         Menurut james, dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu asas saja. Dunia adalah dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan. Tentang kepercayaan agama dikatakan, bagi orang-perorangan, kepercayaan adanya suatu realitas cosmis lebih tinggi itu merupakan nilai subyektif yang relative, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepadanya suatu hiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damai, keamanan dan sebagainya. Segala macam pengalaman keagamaan mempunyai nilai yang sama, jikalau akibatnya sama-sama memberikan kepuasan kepada kebutuhan keagamaan. Filsafat mulanya, sampai kapan pun merupakan usaha menjawab pertayaan yang penting-penting. James membawa pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekanya dalam pendidikan. Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey.

D. Fenomenologi
         Fenomenologi bersal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu suatu  hal yang tidak nyata dan semu. Kebalikannya kenyataan, juga dapat diartikan sebagai ungakapan kejadian yang diamati lewat indera. Misalnya, penyakit flu gejalanya batuk, pilek.
          Sebagai sebuah arah baru dalam filsafat, fenomenologi dimulai oleh Edmund Husserl (1859-1938M), untuk mematok suatu dasar yang tak dapat di bantah, ia memakai apa yang disebutnya metode fenomenologis. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh besar dalam mengembangkan fenomenologi. Edmund Husserl memahami fenomenologi sebagai suatu analisis deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman langsung; religius, moral, estesis, konseptual, serta inderawi.
         Fenomenologi merupakan metode dan filsafat. Sebagai metode, fenomenologi membentangkan langkah-langkah yang harus diambil sehingga kita sampai pada fenomena yang murni. Fenomenologi mempelajari dan melukiskan ciri-ciri intrinsik fenomen-fenomen itu sendiri menyingkapkan diri kepada kesadaran.
         Secara umum pandangan fenomenologi bisa dilihat pada dua posisi. Pertama ia merupakan reaksi terhadap dominasi positivisme, dan kedua, ia sebenarnya sebagai kritik terhadap pemikiran kritisisme Immanuel Kant, terutama konsepnya tentang fenomena-noumena. Kant menggunakan kata fenomena untuk menunjukkan penampakan sesuatu dalam kesadaran, sedangkan noumena adalah realitas (das Ding an Sich) yang berada diluar kesadaran pengamat.
         Husserl menggunakan istilah fenomenologi untuk menunjukkan apa yang nampak dalam kesadaran kita dengan membiarkannya termanifestasi apa adanya, tanpa memasukan kategori pikiran kita padanya. Sebagai reaksi terhadap positivisme, filsafat fenomenologi berbeda dalam memandang objek, bila dibandingkan dengan filsafat positivisme, baik secara ontologis, epistemologis, maupun axiologis.
         Tugas utama fenomenologi menurut Husserl adalah menjalin keterkaitan manusia dengan realitas. Bagi Husserl, realitas bukan sesuatu yang berbeda pada dirinya lepas dari manusia yang mengamati. Sebagai suatu metode keilmuan, fenomenologi dapat mendeskripsikan fenomena sebagai adanya dengan tidak memanipulasi data.
         Selain itu, fenomenologi memandang objek kajiannya sebagai kebulatan yang utuh tidak terpisah dari objek lainnya. Dibalik kelebihan-kelebihannya, fenomenologi sebenarnya juga tidak luput dari berbagai kelemahan. Tujuan fenomenologi untuk mendapatkan pengetahuan yang murni objektif tanpa ada pengaruh berbagai pandangan sebelumnya, baik dari adat, agama, ataupun ilmu pengethuan. Fenomenologi memberikan peran terhadap subjek untuk ikut terlibat dalam objek yang diamati. Dengan demikian, pengetahuan atau kebenaran yang dihasilkan cenderung subjektif, yang hanya berlaku pada kasus tertentu, situasi dan kondisi tertentu, serta dalam waktu tertentu. Dengan ungkapan lain, pengetahuan atau kebenaran yang dihasilkan tidak dapat digeneralisasi.



PENUTUP
A.Empirisme
         Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Empirisme bukan saja berkaitan dengan tugas pengumpulan data. Tetapi sejak awal pengkajian masalah sebenarnya kerja empirisme sudah terlibat. Karena empirisme adalah salah satu aliran dalam filosuf yang menekankan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal.
         Filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan aliran Positivisme Logis (logical positivisme) dan filsafat Ludwig Wittegenstein, akan tetapi teori makna dan empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman.
         Filsafat empirisme dengan teori yang kedua, yaitu teori pengetahuan, dapat diringkaskan sebagai berikut. Menurut orang rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian tentu mempunyai sebab, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh lewat intuisi rasional.
         Diantara tokoh dan pengikut aliran empirisme adalah Francis Bacon, Thomas Hobbes, John Locke, David Hume, George Barkeley, dan Herbert Spencer.
B. Positivisme
         Kesimpulan dari semua pandangan positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif, sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.
         Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang mengalalami banyak perubahan mendasar dalam perjalanan sejarahnya. Istilah ini kemudian digunakan oleh Agust Comte (1798-1857 M) dan dipatok secara mutlak sebagai tahapan paling akhir sesudah tahapan-tahapan agama dan filsafat. Agust Comte berkeyakinan bahwa makrifat-makrifat manusia melewati tiga (3) tahapan sejarah : pertama, tahapan agama dan ketuhanan, pada tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan; kedua, adalah tahapan filsafat, yang menjelaskan fenomena-fenomena dengan pemahaman-pemahaman metafisika seperti kauslitas, subtansi, dan aksiden, esensi dan eksistensi; dan adapun positivisme sebagai tahapan ketiga, menafikan semua bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta hanya mengedepankan metode empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena.

C. Pragmatisme
         Pragmatisme berasal dari dua kata yaitu pragma dan isme. Pragma berasal dari bahasa Yunani yang berarti tindakan atau perbuatan. Kata ini sering sekali diucapkan orang yang biasanya dipahami dengan pengertian praktis. Sedangkan pengertian Isme sama dengan pengertian isme-isme yang lainnya, yang merujuk pada cara berpikir atau suatu aliran berpikir. Dengan demikian filsafat pragmatisme beranggapan bahwa fikiran itu mengikuti tindakan. Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar apabila teori itu bekerja. Ini berarti Pragmatisme dapat digolongkan kedalam pembahasan tentang makna kebenaran atau theory of thurth. Hal ini dapat kita lihat dalam buku William James yang berjudul “The meaning of thurth”. Menurut James kebenaran adalah sesuatu yang terjadi pada ide. Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang tidak statis dan tidak mutlak. Dengan demikian kebenaran adalah sesuatu yang bersifat relative. Hal ini dapat dijelaskan melalui sebuah contoh. Misalnya ketika kita menemukan sebuah teori yang masih bersifat relative sebelum kita membuktikan sendiri kebenaran dari teori itu.
D. Fenomenologi
         Fenomenologi bersal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu suatu  hal yang tidak nyata dan semu. Kebalikannya kenyataan, juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang diamati lewat indera. Misalnya, penyakit flu gejalanya batuk, pilek.
          Sebagai sebuah arah baru dalam filsafat, fenomenologi dimulai oleh Edmund Husserl (1859-1938M), untuk mematok suatu dasar yang tak dapat di bantah, ia memakai apa yang disebutnya metode fenomenologis. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh besar dalam mengembangkan fenomenologi. Edmund Husserl memahami fenomenologi sebagai suatu analisis deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman langsung; religius, moral, estesis, konseptual, serta inderawi
DAFTAR PUSTAKA

·       Bagus, Lorens, 1996, kamus filsafat, Jakarta: Grramedia.
·       Delgaauw, Bernand, 2001, filsafat abad 20, ter. Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara wacana.
·       Ghazali, Adeng Muchtar, 2005, Ilmu Studi Agama, Bandung: Pustaka setia.
·       Muslih, Moh., 2005, filsafat ilmu: kajian atas asumsi dasar, paradigma dan kerangka teori ilmu pengetahuan, Yogyakarta: belukar.
·       Sutrisno, FX. Mudji, dan F. Budi Hardiman, (eds), 1992, Para Filsuf Penentu Gerak Zaman, Yogyakarta: kanisius.
� a �j �We i dogmatis Positivisme dan Materialisme. Gerakan inilah disebut Neo-Kantianisme, sebagai tokohnya : Wilhelm windelband (1848-1915), Herman Cohen (1842-1918), Paul Natrop (1854-1924), Heinrich Reickhart (1863-1939).
3.     Filsafat hidup adalah aliran filsafat yang lahir akibat dari reaksi dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan toknologi yang menyebabkan industralisasi semakin pesat.
4.     Pada pengetahuan abad ke- 19, di tengah-tengah gereja Katolik banyak penganut paham Thomisme, yaitu aliran yang mengikuti paham Thomas Aquinas.
5.     Pertama: paham yang menganggap bahwa tujuan Thomas sudah sempurna. Kedua, paham yang menganggap bahwa walaupun ajaran Thomas telah sempurna akan tetapi masih terdapat hal-hal yang pada suatu saat belum dibahas.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Asmoro. 2003. Filsafat Umum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Frasetya, 1997. Filsafat Pendidikan . Bandung  : Pustaka Setia.
Syadali Ahmad. Drs.H,MA. Mudzakir. Drs. 1997. Filsafat Umum. Bandung : Pustaka Setia.
gn:jus< � ; e �We �e : 18.0pt;line-height:150%'>Neo-platonisme dengan unsur-unsur tersebut datang dan bersatu dengan kaum muslimin melalui aliran masehi timur dekat, tetapi dengan baju lain, yaitu tasawuf timur dan pengakuan akan keesaan Tuhan, yang pertama dengan ketunggalan yang sebenar-benarnya.
Perbeadaan neo-platonisme dengan aliran iskandari yang berkembang sejak pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 ialah:
Neo-Platonisme
Aliran Iskandariah
1.     berkisar pada segi metafisika pada filsafat yunani yang mungkin dalam beberapa hal berlawanan dengan agama masehi.
2.     lebih banyak mendasarkan pikirannya pada seleksi dan pemaduan
1.     lebih condong kepada matematika serta ilmu alam, meninggalkan lapangan metafiika, dan tidak berlawanan dengan agama masehi.
2.     lebih banyak membuat ulasan-ulasan terhadap pikiran-pikiran filsafat.
 Platinus adalah tokoh yang terpenting. Ia mendasarkan atas dua dialektika (dua jalan), yaitu:
-         Dialektika menurun
-         Dilektika menarik
Dialektika menurun digunakan untuk menjelaskn wujud tertinggi (the Highest Being, atau the First, atau At-Tabiatul-ula, atau Wujudul Awwal) dan cara keluarnya alam dari-Nya.
Dengan penjelasan terhadap wujud tertinggi itu Platonus terkenal dengan teorinya Yang Esa atau Esanya  Platonus. Dengan penjelasan kedua, yaitu keluarnya alam dari Yang Esa, ia sampai kepada kesimpulan bahwa semua wujud, termasuk didalamnya wujud pertama (Tuhan), merupakan rangkaian mata rantai yang kuat erat, dan terkenal dengan istilah kesatuan wujud (wihdatul-wujud).
Pada akhir masa kuno. Neo-platonisme merupakan aliran intelektual yang dominan di hampir seluruh wilayah Hellenistik, sehingga seakan-akan neo-platonisme bersaingan dengan pandangan dunia yang berdasarkan agama kristen. Perhyrios (232-301 M) murid platinus menulis suatu karya yang dengan tajam menyerang agama kristen.
Namun pada tahun 529 M kaisar Jurtianus dari Byzantium pelindung agama kristen menutup semua sekolah filsafat Yunani di Athena. Peristiwa itu diangagap sebagai akhir masa yunani purba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DAKWAH BANJAR | هذا من فضل ربي